Jumat, 21 Januari 2011

berakhirlah part I

Aku sadar entah mengapasejak rutinitas “itu” sudah tak lagi menjadi rutinitas harianku selama hampir satu semester. aku sangat sadar  disaat seorang sahabat tak bisa menemani kita setiap saat, dikala kita sedang merasa jenuh dan merasa dunia ini berangsur menjauhi kita sementara keluargapun jauh dari kita. Disaat roda dunia ini ini berputar sehingga kesepian tingkat akut menimpa kita dan aku sendiripun sangat sangat sadar bahwa tak dipungkiri lagi  aku membutuhkan sosok yang bisa temaniku setidaknya untuk sekedar berkirim pesan atau jalan lah!!. Trauma masa lalu memang tak dapat dipungkiri menjadi salah satu penyebab bayang yang masih menghiasi dimalam, setiap mata ini mulai terpejam membuat aku merasa aku adalah manusia yang paling bodoh dimuka bumi. Membuka kembali hati yang sempat mati sudah kulakukan bahkan “dia” kini sudah tak sendiri lagi. Terkadang  aku merasa ingin sekali kembali ke masa “itu”, ketika dia selalu datang untuk sekedar mengunjungiku, berkirim pesan tiap malam, mengucapkan selamat pagi disaat sinar matahari mulai mengintip dicelah jendela kamar, atau saat malam dimana mentari berangsur menghilang hingga digantikan bulan dengan sinarnya yang memanjakan mata. Mungkin mungkin dan mungkin kata itu yang selalu terlintas dibenaku setiap aku melamunkan sesuatu dimana lamunan itu berujung pada bayang “nya”.
Selalu terlintas dibenakku kejadian saat itu. Disiang hari yang sangat terik itu tepat dibawah pepohonan rindang kami berdua bertemu. Hari yang disebut hari pengadilan perasaan. Beberapa hari orang yang selalu kusebut “sayang” itu berangsur menghindar dariku. Entah kenapa aku sendiripun tak mengerti kenapa dia berangsur menghilang. Beberapa hari pesan singkat untuk sekedar berucap selamat pagi jarang ia kirimkan. Telepon genggam yang biasa berdering tiap beberapa menit sekali mulai berangsur-angsur membisu. Selama beberapa hari kami saling “diam”. Baik Aku, Dia bahkan telepon genggam kami. Sebenarnya aku sudah “paham”, bahkan sangat-sangat paham. Dan hari dimana kusebut “pengadilan perasaan” itu hanya sebuah legalitas secara resmi yang berbunyi ”kita sudah tak bersama lagi”.
Hari itu dia bilang “aku lebih nyaman nganggep kamu adek”. Itu adalah kata yang benar-benar terpatri “disini”. Aku udah benar-benar paham maksud dari kata itu, tak Cuma paham bahkan sangat-sangat mengerti. Yang aku tangkap intinya “yah, kita sudah berakhir” titik tanpa koma.
-------Yah nothing to display 17-08-2010------
Diceritakan kembali jumat 21, januari 2010 11.20 Am


Tidak ada komentar:

Posting Komentar